Saibumi.com (SMSI), Jakarta - Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih dalam proses dan belum mencapai tahap final, Rabu (15/05/24).

Dilansir dari Beritasatu.com, Menurut Komisi 1 DPR RI, pihak berwenang terbuka untuk merevisi ketentuan-ketentuan kontroversial yang menimbulkan perdebatan dan polemik di tengah masyarakat.

"Beberapa ketentuan dalam RUU Penyiaran, seperti Pasal 8A ayat (1) huruf q dan Pasal 42 yang memberikan KPI wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran serta Pasal 50B ayat (2) huruf c yang melarang siaran eksklusif jurnalistik investigasi, telah mendapat kritik dari masyarakat," katanya kepada wartawan, seperti dikutip dari beritasatu.com pada Selasa (14/5/2024). .

BACA JUGA: Peduli Sesama, KAI Divre IV Tanjungkarang Komitmen Jalin Hubungan Baik dengan Masyarakat

Ia juga menegaskan bahwa RUU yang sedang dibahas belum merupakan produk final, sehingga masih mungkin untuk melakukan perubahan terhadap norma-norma di dalamnya.

."Beberapa aspek yang diatur dalam RUU Penyiaran, termasuk pengaturan penyiaran dengan teknologi digital, perluasan wewenang KPI, dan migrasi dari penyiaran analog ke digital," tambahnya.

Diketahui, RUU Penyiaran ini merupakan revisi dari UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang sudah diajukan sejak tahun 2012. Namun, dengan perkembangan teknologi saat ini, diperlukan penguatan regulasi khususnya terkait penyiaran digital seperti layanan over the top (OTT) dan user generated content (UGC).

Nurul kembali menegaskan DPR tidak memiliki niat untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini. "Tidak ada keinginan untuk membungkam pers melalui RUU Penyiaran ini. Komisi I DPR RI tetap terbuka terhadap masukan dari masyarakat karena RUU masih akan melalui proses harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI," tegasnya.

BACA JUGA: Peduli Sesama, KAI Divre IV Tanjungkarang Komitmen Jalin Hubungan Baik dengan Masyarakat